Minggu, 13 Juni 2010

Filsafat Ilmu

PROPOSAL / PENELITIAN


Dalam penelitian ilmiah dibutuhkan suatu penelitian yang tepat sehingga bisa dihasilkan sebuah analisa dan kesimpulan yang tepat. Untuk dapat memahami dan menerapkan secara tepat penggunaan penelitian diperlukan pemahaman terlebih dahulu tentang pengertian dan unsur-unsur penelitian.
Penelitian secara sepintas mungkin dapat dimengerti oleh seorang peneliti, namun banyak orang yang belu tentu memahami apa yang dimaksud penelitian.
Penelitian memiliki peranan yang sangat berarti dalam kegiatan ilmiah. Setiap penelitian sangat memerlukan metode, benar tidaknya hasil suatu penelitian. Menurut Ruseffendi menjelaskan bahwa penelitian adalah “salah satu cara untuk memperoleh kebenaran”(Ruseffendi, 2001:3).
Penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu. Berdasarkan uraian diatas berarti penelitian adalah pelajaran mengenai metode ilmiah yang digunakan untuk mengumpulkan, mencari dan menganalisis fakta-fakta, mengenali sautu masalah, termasuk juga didalamnya usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran sautu pengetahuan.
Berdasarkan jenis penelitian dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif dengan menganalisis data dari observasi dan menguji melalui statistik.
A. PENELITIAN KUANTITATIF
Metode ini dapat menjabarkan deskripsi kuantitatif dari beberapa bagian populasi (sample) melalui proses pengumpulan data atau dengan bertanya pada nara sumber. Peneliti menguji sebab dan akibat, karena secara teoritis semua variabel yang diprediksi dan hasilnya akan dikontrol dalam eksperimen.
Berikut ini cara memeriksa pertanyaan untuk mendesain metode survey:
1. Metode Penelitian Kuantitatif Desain Survei
Pembahasan dengan mengulas tujuan survei dan rasionalisasi pemilihannya sebagai desain penelitian yang diajukan. Pada metode kuantitatif, disarankan;
a. Kenalilah mengapa survei adalah tipe pengumpulan data yang dipilih dalam studi,
b. Kenalilah apakah survei itu bersifat Cross sectional (informasi surveinya bisa dikumpulkan dalam satu waktu) atau Longitudinal (informasi surveinya dikumpulkan setelah kurun waktu tertentu),
c. Khususkan format pengumpulan datanya, lewat pos pada responden yang dijadikan sample, melalui wawancara individual atau lewat telefon.
Tentu saja, pemilihan jenis penelitian kuantitatif tidak asal memilih. Sebaiknya belajar memahami betul paradigma penelitia ini secara global. Setelah faham itu, baru menentukan pilihan dengan penelitian kuantitatif. Seterusnya, perlu memahami juga sedikit demi sedikit tentang pemahaman tentang statistic walaupun hanya aplikasinya. Misalnya, bagaimana menbaca angka-angka berikut makna yang terkandung dengan angka itu. Secara lebih sederhana miaslnya minimal mengetahui apa maksud angka signifikan, nilai mean, angka paling tinggi, angka paling rendah. Bagaimana angka-angka itu dideskripsikan dalam tulisan.
Tentu saja tidak wajib mengetahui sampai pengolahan data, pengolahan data boleh menyuruh ahli statistic. Tetapi sekali lagi membaca data itu wajib bisa. Sendainya telah memiliki kemampuan itu tentu akan memudahkan anda menjalani pengolahan data.
2. Populasi dan Sampel

Ada satu perbedaan yang sangat khusus dalam penelitian kuantitatif yakni dalam menentukan populasi dan sample penelitian. Langkah ini sangat menentukan terhadap keenaran penelitian saudara. Sebab, apabila salah dalam menentukan sample maka analisis data menggunakan bisa jadi salah. Misalnya untuk menggnkan statistic korelasi sample harus diambil secara random. Maka kalau tidak dilakukan dengan random, secara keseluruhan hasil pengolahan data jadi tidak sah.
Khususkan prosedur untuk mementukan populasi dan sample, ada beberapa aspek penting yang harus dijabarkan dalam rencana penelitian, yakni;
a. Jabarkan populasi dalam penelitian,
b. Kenali apakah desain sample dari populasi ini 1 arah atau 2 arah (disebut Clustering),
c. Kenali bagaimana seseorang bisa dipilih menjadi sample,
d. Bahaslah apakah dalam memilih populasi secara random atau acak akan memiliki strata yang sama, jadi karakteristik khususnya bisa terwakili dalam sample dan sample menggambarkan karakteristik yang benar dalam populasi,
e. Kenali karakteristik yang digunakan dalam pemerataan populasi yang dipilih secara acak (contoh; jenis kelamin, penghasilan, pendidikan),
f. Indikasikan prosedur untuk memilih sample acak dari daftar atau dari kerangka sample, dan
g. Indikasikan jumlah orang dalam sample dan bagaimana jumlah ini terbentuk, sebaiknya gunakan ukuran sample yang telah dibakukan.

Untuk penelitian pendidikan yang dilakukan di sekolah dengan eksperimen pada kelas tertentu, menggunakan model atau metode pembelajaran tertentu, maka populasinya cukup dalam satu sekolah. Selanjutnya sample diambil dalam satu tingkatan pada sekolah itu.

3. INSTRUMEN
Informasi tentang instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah komponen yang penting dari rencana metode survei. Perhatikan hal-hal berikut:
1. Kenali instrumen survei yang digunakan dalam studi. Buatan pribadi, instrumen yang telah dimodifikasi atau instrumen yang telah dikembangkan oleh orang lain.
2. Jika anda merencanakan untuk menmggunakan instrumen yang telah ada, jabarkan validitas dan reabilitas dari pengukuran daa skalanya dalam instrumen.
3. Masukkan benda sample, jadi pembaca dapat melihat benda terkini yang digunakan.
4. Indikasikan isi bagian utama dalam instrumen seperti sifat, demografis dan perintah penutup.
5. Bahaslah rencana untuk uji lapangan survei dan siapkan rasionalisasi untuk prosedur ini.
6. Untuk survei lewat pos, kenali langkah-langkah yang akan diambil dalam administrasinya dan lengkapi survei untuk mendapatkan respon yang tinggi. Saya menggunakan langkah 3 prosedur pos; surat berinisial, surat kedua dengan instrumen lengkap setelah 3 minggu dan surat ketiga dalam bentuk kartu pos sebagai pengingat dan kuisioner, biasanya proses ini memakan waktu total 6 minggu.

4. VARIABEL PENELITIAN
Dalam langkah ini, rencana penelitian yang sangat berguna adalah untuk menghubungkan variabel, pertanyaan penelitian dan item dalam instrumen survei.
Rencanakanlah untuk memasukkan table dan bahasan yang bersifat variabel dua arah, pertanyaan atau hipotesa dan hal-hal khusus dalam survei.
Berikut langkah-langkahnya;
1. Indikasikan informasi yang akan dilaporkan dalam survei
2. Bahas metode dengan respon biasa yang akan dikumpulkan
3. Laporkan analisa deskriptif dari semua variabel independen dan dependen dalam studi yang akan dibuat.
4. Jika anda membuat skala instrumen sendiri, bahaslah bagaimana survei akan berkaitan dengan skala dari variabel independen dan dependen dengan menggunakan factor analisis.
5. Kenali statistik yang digunakan untuk membandingkan kelompok atau variabel yang berkaitan dan menjawab pertanyaan penelitian atau objek studi.
6. Berikan rasionalisasi untuk pilihan statistik dan dasarkan rasionalisasi ini pada;
1) Unit skala pengukuran penelitian
2) Penelitian dari variabel yang berkaitan atau membandingkan kelompok
3) Ketika data dipadukan dengan asumsi pada statistik

5. ANALISA DATA
Analisa data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam penelitian kuantitatif seringkali menggunakan statistik yang fungsinya untuk menyederhanakan data penelitian atau lebih mudah difahami.
Setelah data dianalisa dan informasi yang lebih sederhana diperoleh, hasil-hasilnya harus diinterpretasikan untuk mencari makna dan implikasi yang lebih luas dari hasil-hasil penelitian.
Sebagaimana kita ketahui dalam analisa kuantitatif ada beberapa teknik analisa, seperti;
a. Description (distribution; numerical and graphical, central tendency and dispersion).
b. Association (Correlation; simple, partion and multiple, Analisysis of variance and covariance; Regression : simple, partial and multipl.
c. Causation (factor analysis, path analysis, regression: simple, partial and multiple.
d. Inference (sample statistic to population parameter, sample difference to population differences.

6. ANALISIS STATISTIK
Dalam melakukan analisis statistic perlu mempertimbangkan beberapa hal, yakni; kepastian variable independent dan dependen, serta jenis statistic yang akan digunakan. Sebagai pertimbangan sederhana, misalnya apabila antara pariabel itu dibahas hubungan antara variable, maka sesuai menggunakan snalisis korelasi. Untuk menguji perbedaan yang antara variable, maka digunakan uji perbedaan misalnya uji T. Sedangkan untuk menguji berbagai kemungkinan yang terjadi, misalnya menguji factor-faktor apa yangg paling berpengaruh terhadap hasil belajar, maka digunakan regresi. Kemudian apabila kita akan melihat berbagai variable yang mempengaruhi terhadap preatasi belajar ditinjau dari tingkat kemampuan iswa, cara mengajar guru, melalui perbedaan kelompok eksperimen dan kelompok control dalam penelitian.
Beberapa persyaratan khuus yang harus dipenuhi ketika menggunakan jenis statistic dalam mengolah data.
1. Untuk prosedur korelasi, baik korelasi momen dari pearson, rank spearman, dan korelasi biserial diperlukan data yang diperoleh dari satu populasi yang mempunyai sebaran data yang normal, data memiliki varians yang sama atau homogen, serta pemilihan sample dari populasi yang dilakukan secara random
2. Untuk prosedur Independent samples T test, diperlukan sample diambil dari populasi secara random, dan sebaran datanya normal.
3. Untuk prosedur Paired Independent samples T test, diperlukan antara kedua sample memiliki sifat, karekter dan jumlah yang sama, diambil secara random, dan sebaran datanya normal.
4. Untuk prosedur oneway ANOVA, diperlukan data yang diperoleh dari satu populasi yang mempunyai sebaran yang normal, data memiliki varians yang sama atau homogen, serta pemilihan sample dari populasi yang dilakukan secara random
5. Untuk prosedur Regresi, diperlukan data yang diperoleh dari satu populasi yang mempunyai sebaran yang normal, data memiliki varians yang sama atau homogen, serta pemilihan sample dari populasi yang dilakukan secara random
Pengolahan data statistic kini disarankan menggunakan komputer dengan program SPSS.
Ada beberapa arahan yang dapat digunakan untuk peenliti dalam melakukan analisis data, yakni :
1. Jelaskan perhitungan statistik deskriptif untuk penelitian dan pengukuran dalam pre-test dan post-test dari desain eksperimental.
2. Jelaskan inferensi statistik yang digunakan untuk menguji hipotesa dalam studi.
3. Untuk desain penelitian dengan satu subjek, gunakan garis untuk mendasari dan sebagai pengingkat penelitian secara horizontal untuk unit waktu dan secara vertikal untuk unit target.

B. PENELITIAN KUALITATIF
Prosedur penelitian merupakan bagian penting yang harus dirumuskan secara jelas oleh peneliti dalam merencanakan penelitian. Prosedur penelitian tentunya lebih operasional dari desain penelitian. Dengan kata lain, prosedur penelitian kualitatif adalah menjabarkan asumsi dari desain kualitatif, mengindikasikan tipe khusus dari desain, merefleksikan aturan peneliti, membahas pengumpulan data, mengembangkan prosedur penyimpanan data, mengidentifikasi prosedur analisis data, mengkhususkan langkah verifikasi dan menggarisbawahi hasil studi secara naratif. Daftar penilaian yang disebutkan pada langkah berikut ini dapat digunakan.
1. Asumsi Desain Kulitatif
Merriam (19880 menyebutkan enam asumsi desain kualitatif sebagai berikut:
a. Peneliti kualitatif lebih memperhatikan prosesnya dari pada hasil akhir,
b. Peneliti kualitatif tertarik pada pengertian (bagaimana orang menjalani hidup, pengalaman dll),
c. Peneliti kualitatif adalah instrumen utama untuk pengumpulan data dan analisanya. Data adalah media melalui instrumen manusia,
d. Penelitian kualitatif menekankan kerja lapangan. Peneliti secara fisik terjun menemui orang-orang untuk mengamati tingkah laku mereka secara alamiah,
e. Ppenelitian kualitatif bersifat deskriptif di mana penelitinya tertarik pada keberhasilan proses, arti dan pemahaman melalui kata-kata atau gambar, dan
f. Proses penelitian kualitatif bersifat induktif di mana peneliti membangun pendahuluan konsep, hipotesa dan teori secara terperinci.
Penelitian kualitatif memeng dibangung atas dasar asumsi-asumsi yang sudah baku dan berdasar teori. Asumsi-asumsi yang dibuat dalam desains itu penelitian. Pada penelitian kualitatif, peneliti harus lebih memperhatikan prosesnya dari pada hasil akhir penelitian. Ini bermakna bukan berarti hasil tidak penting, tetapi keputusan, akan tidak memiliki makna apabila proses pengumpulan data, dan pelaksanaan penelitiannya tidak benar. Jadi proses dan pedeskripsian harus benar-benar dilakukan sesuai ketentuan.
Proses penelitian kualitatif bersifat induktif di mana peneliti membangun pendahuluan konsep, hipotesa dan teori secara terperinci. Walaupun memang tidak semua penelitian kualitatif memerlukan hipotesis. Tetapi, untuk memberikan arah dan mempermudah kinerja dalam penelitian sebaiknya memang dibuat saja motivasinya.
Karakteristik dari penelitian kualitatif adalah :
Karakteristik penelitian kualitatif adalah sebagai berikut:
1. Konsepnya masih ‘mentah’, tidak memiliki banyak teori dan latar belakang penelitian terdahulu,
2. Seringkali terjadi teori yang ada terkadang tidak akurat, tidak benar atau bias,
3. Lebih ditekankan pada kebutuhan untuk mengeksplorasi dan menjabarkan fenomena dan mengembangkan teori yang telah ada,
4. Fenomena alamiah yang terjadi mungkin tidak sesuai untuk pengukuran kualitatif,
Menurut Moleong ( 2004, 8) penelitian kualitatif memiliki karakteristik sebagai berikut;
1. Memiliki latar alamiah artinya mengalir begitu saja sesuai dengan apa yang dilihat, dan bersifat kontekstual dan bersifat determinatif hadap apa yang dicari,
2. Manusia sebagai alat dalam penelitian, karena itu peneliti terlibat langsung pada waktu mengumpulkan data di lapangan, peneliti berperang serta aktif dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dalam konteks penelitian,
3. Menggunakan metode kualitatif seperti, pengamatan, dan pembahasan dokumen,
4. Analisis data secara induktif,
5. Menggunakan teori dari dasar (graunded theory atau penyusunan teori dari bawah ke atas), dengan cara ini penelitian dimaksudakan bukan untuk membuktikan hipotesis melainkan merupakan upaya pengabstraksian dari data-data yang dikumpulkan kemudian dikelompokkan. Jadi penyusunan teori berasal dari bawah ke atas,
6. Merupakan deskriftip dari semua data yang dikumpulkan berupa gambar, kumpulan kata-kata, dan bukan angka-angka,
7. Lebih menekankan proses daripada hasil, hasl ini dimaksudkan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penelitian akan lebih jelas dan bermakna apabila diamati dan dilakukan sekaligus dalam proses,
8. Adanya batas yang ditentukan oleh fokus, penelitian kualitatif akan sangat tidak menentu apabila tanpa dibatasi. Pembatas dalam konteks ini dalah fokus kajian,
9. Adanya kriteria untuk keabsahan data, berbeda dengan konteks validitas, reliabilitas dan objektifitas menurut penelitian kuantitatif (perlu ada pembahasan khusus),
10. Desain bersifat sementara, hal ini terjadi karena selalu disesuaikan dengan keadaan di lapangan, jadi tidak menggunakan desain yang disusun sebelumnya secara ketat sesuai variabel independen dan variabel dependen,
11. Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.

2. Tipe Desain
Sebagai pegangan sederhana, kita dapat mencoba membuat desain yang mungkin dapat digunakan. Tetapi tentu saja ini bukan satu-satunya, anda boleh melakukan kolaborasi dengan sumber lain atau mengelaborasi berdasarkan kemampuan anda sendiri. Di sini ada beberapa tipe desain yang dapat digunakan.
Tiga tipe desain yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif adalah :
1. Indikasikan desain kualitatif khusus (pendekatan pengumpulan data, analisa dan penulisan laporan) yang digunakan.
2. Tentukan apakah kita menggunakan pendekatan interpretif, artistic, sistematik dan acuan teori.
3. Jelaskan karakteristik desainnya, sebagai contoh
a. Lapangan disiplin ilmu di mana desain dibuat
b. Pengertian yang baik untuk desainnya
c. Tipikal unit analisa yang digunakan dalam desain
d. Alternatif tipe masalah yang sering diteliti menggunakan desain tersebut
e. Bermacam-macam proses pengumpulan data
f. Berbeda proses analisis data
g. Tipe format penyampaian informasi
h. Karakteristik khusus lainnya dalam desain
Dari perspektif ilmu sosial, kita dapat membandingkan dan menjelaskan tradisi penelitian kualitatif sebagai psikologi ekologis, etnografi holistic, antropologi kognitif, komunikasi etnografi dan interaksi simbolis. Lancy (1993) membagi pendekatan kualitatif dalam antropologi, sosiologi, etnologi manusia, psikologi ekologis, studi kognitif dan sejarah.

3. Aturan Peneliti
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat interpretatif. Maka, bias nilai-nilai dan penilaian dari peneliti menjadi pernyataan eksplisit dalam laporan penelitian. Hal-hal tersebut dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat dan positif (Locke, Spirduso dan Silverman, 1987). Hal-hal berikut ini yang sering muncul adalah;
1. Masukkan pernyataan tentang pengalaman terdahulu dari peneliti yang kelihatannya familiar dengan topik, seting dan nara sumber.
2. Bahaslah langkah-langkah yang diambil untuk menuliskan hasil setting dan untuk memperoleh izin guna mempelajari nara sumber atau situasi (Marshall dan Rossman, 1989)
Bogdan dan Biklem (1992) memerikan masukkan yang dapat dituliskan dalam proposal, yakni;
a. Mengapa tempat tersebut dipilih untuk studi?
b. Apa yang akan dilakukan ditempat tersebut selama penelitian?
c. Apakah akan menggangu?
d. Bagaimana hasilnya dilaporkan?
e. Apa yang didapatkan selama studi?
3. Indikasikan langkah-langkah yang diambil untuk mendapatkan izin dari Institutional Review Board (jika diperlukan ), jadi hak-hak orang yang dijadikan subjek dapat dilindungi.
4. Beri komentar tentang isu etik yang sensitive seperti memelihara kerahasiaan data, menjaga keaslian jawaban dari nara sumber dan menggunakan penelitian untuk mencapai tujuan (Merriam, 1988)








































PENGUMPULAN DATA KUALITATIF

Sebagaimana sudah dijelaskan di depan, bahwa dalam pengumpulan data dalam penelitian kualitatif biasanya dilakukan melalui pengamatan terlibat, wawancara mendalam tak berstruktur, life history, dokumen dan sebagainya.
Dengan kata lain, metode pengumpulan data yang akan digunakan, ketika peneliti hendak pergi ke lapangan mereka harus diperlengkapi dengan check list, yaitu daftar pertanyaan yang bukan untuk ditanyakan pada informan, tetapi lebih ditanyakan pada peneliti sendiri tentang data apa saja yang harus dikumpulkan di lapangan. Dengan demikian ketika di lapangan, peneliti harus tahu persis apa yang harus dilakukan dan data apa saja yang harus dikumpulkan. Di samping itu, untuk menghindari wawancara yang kesana-kemari (tidak focus) peneliti harus membuat pedoman wawancara, meskipun wawancara yang akan dilakukan tak berstruktur.
Setelah peneliti mulai melakukan pengumpulan data, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, peneliti harus menyediakan catatan-catatan lapangan yang intinya merupakan catatan dari keseluruhan rekaman atas apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan sebagainya yang seluruhnya dideskripsikan secara lengkap, cermat, detail dan mendalam.
Kedua, dalam membuat catatan lapangan ini Robert C. Bogdan (1984) menyarankan hal-hal praktis sebagai berikut :

1. Catatlah segala sesuatu hasil pengamatan atau hasil interview sesegera mungkin. Jangan menunda-nunda mengabadikan data itu melalui catatan lapangan. Makin lama jarak waktu antara pengamatan dan pencatatan akan semakin kurang detail karena terbatasnya ingatan. Lebih dari itu penundaan hanya akan menghilangkan nuansa berbagai peristiwa yang seharusnya sangat membantu pendiskripsian fenomena sosial secara lebih baik.
2. Jangan membicarakan pengamatan yang dilakukan sebelum menulis catatan lapangan. Terutama untuk menghindari agar tidak terjadi mengkaburkan hasil pengamatan yang akan dilakukan, maksudnya peneliti hendaknya berangkat dari pengetahuan yang kosong (membebaskan diri dari berbagai pengetahuan yang dimiliki sebelumnya).
3. Cari tempat yang sepi jauh dari gangguan dan mempunyai perlengkapan yang memadai untuk merekam kembali segala sesuatu yang dilihat, didengar atau dirasakan selama observasi dilakukan. Mengambil jarak dengan obyek yang diteliti cukup penting, agar peneliti dapat melihat atau merenungkan peristiwa-peristiwa yang telah diteliti secara lebih jernih.
4. Sediakan waktu yang cukup untuk melakukan pencatatan hasil observasi yang telah dilakukan. Karena pekerjaan ini sangat membutuhkan kesabaran, kecermatan dan kemampuan untuk mengkonstruksikan hasil lapangan, maka sebaiknya disediakan waktu untuk menulis tiga kali lebih banyak dibandingkan waktu untuk melakukan abstraksi hasil temuan-temuan lapangan itu secara lebih luas dan mendalam.
5. Usahakan dalam melakukan rekaman kembali terhadap hasil observasi itu secara kronologis. Hal ini terutama untuk mempermudah kategorisasi dalam analisa data.
6. Biarkanlah segala sesuatu itu keluar dari pikiran anda sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan. Artinya jangan terlalu ragu-ragu dalam menuangkan segala sesuatu yang telah didengar, dilihat atau dirasakan.
7. Jangan ada anggapan bahwa dalam menulis catatan lapangan itu harus sekali jadi. Berbagai penambahan terhadap hal-hal yang terlupakan atau melakukan penambahan catatan merupakan hal yang biasa. Bahkan harus terus dilakukan sampai seluruh data yang diinginkan terekam dengan baik.
8. Hendaknya sangat disadari bahwa menulis catatan lapangan itu adalah pekerjaan yang sangat melelahkan, sehingga membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Setiap habis melakukan wawancara atau observasi harus dipaksakan untuk segera ditulis. Sebab mengabaikan dalam membuat catatan lapangan pada dasarnya merupakan malapetaka.
Kembali dalam metode pengumpulan data melalui interview yang mendalam, ada cara kerja yang harus diperhatikan sebelum analisa data dilakukan. Pertama, mendiskripsikan hasil wawancara itu secara apa adanya.
Kedua, melakukan kategorisasi hasil temuan-temuan itu menurut jenis datanya yang disesuaikan dengan tujuan penelitian, sehingga data yang diperoleh menjadi terbuka dan terhindar dari melebarnya scope penelitian yang terlalu meluas.
Ketiga setelah dilakukan kategorisasi maka sikap yang harus dikembangkan oleh peneliti adalah menganalisa secara kritis seluruh hasil temuan yang ada. Sehingga data yang diperoleh sekaligus sudah memuat analisa yang tajam terhadap realitas sosial yang diteliti.
Untuk menggambarkan secara rinci hasil wawancara dengan informan secara apa adanya, yang penting untuk dilakukan adalah menyajikan pendapat ini secara rinci. Sehingga, pendapat informan itu dapat dilihat dalam bentuk yang orisinil. Cara penyajian semacam ini dalam istilah antropologi disebut emik. Hal ini bukan berarti bahwa peneliti tidak diperbolehkan melakukan interpretasi atau analisa terhadap data yang ditemukan. Justru dalam penelitian kualitatif analisa peneliti menjadi sangat sentral, terutama agar hasil penelitian itu lebih bermakna dan tajam. Namun pendapat peneliti (etik) tetap harus dipisah dari pendapat informan, sehingga tidak terjadi kekaburan antara pendapat pengamat dengan yang diamati.
Dalam hand outnya, Anas Saidi (2005) menulis kutipan hasil wawancara Geertz yang mengambarkan konflik antara Masyumi dan NU dengan menuturkan hasil wawancaranya sebagai berikut:
H. Husein (seorang pemimpin Masyumi) mengatakan bahwa sekarang orang NU mau mengambil alih Departemen Agama dan menganggapnya sebagai bidang wewenangnya. Ia mengatakan bahwa Haji Muhtar (khotib) adalah satu-satunya orang Muhammadiyah-Masyumi di KUA Mojokuto sekarang, dan ia tak akan berada disana seandainya ia tak demikian pintar dan mengenal sitauasi sekitar dengan baik sekali karena ia tinggal disini sepanjang hidupnya, sehingga mereka tak bisa berjalan tanpa dia . kalau saja ia orang bodoh, mereka pasti sudah menendangnya sejak dulu, dan tak ada lagi orang Masyumi yang tinggal (Geertz, 1991:279).
Jika diperhatikan catatan lapangan Geertz di atas, meskipun Geertz sudah mengolah kata-kata informan itu dengan bahasanya sendiri, tetapi disini terlihat bagaimana hasil wawancara itu disajikan tanpa interpretasi dari Geertz sendiri. Inilah, sekali lagi, yang sering disebut sebagai emik. Hal ini berbeda, misalnya, ketika Geertz, mencoba menyimpulkan tentang pedagang di Mojokuto di mana interpensinya sudah masuk di dalamnya. Lebih jelasnya kita kutip apa yang dikatakan Geertz:
Di Mojokuto masalah pembangunan ekonomi terutama merupakan masalah organisasi. Apa yang tidak dimiliki oleh kelompok wiraswasta dari pengusaha-pengusaha kecil di sana, terutama bukanlah modal, karena didalam kesempatan-kesempatan realitis yang dimiliki mereka untuk berinovasi, sumberdaya-sumberdaya mereka tak dapat dikatakan tak memadai. Bukan pula semangat, karena mereka nampaknya memiliki nilai-nilai “Protestan” yang khas seperti kerja keras, sifat hemat, kebebasan dan tekad yang bulat secara hampir berlebihan. .Jelas pula bukan pemasaran yang cukup besar, karena kemungkinan-kemungkinan untuk memperluas perdagangan dan industri terbuka di semua kawasan Mojokuto. Apa yang tidak dimiliki mereka adalah kemampuan untuk mengarahkan dana dan menyalurkan semangat sedemikian rupa, sehingga dapat menggunakan kemungkinan-kemungkinan pemasaran yang ada. Mereka tidak mampu membentuk lembaga-lembaga ekonomi yang efisien. Mereka adalah wirastawan-wirastawan tanpa perusahaan (Geertz, 1979:10).
Kutipan di atas sangat jelas menunjukkan: bagaimana Geertz telah memberi tafsir atas realitas sosial yang ditelitinya secara tajam dengan bantuan teorinya Weber tentang “Etika Protestan” sebagai dasar untuk memahami realitas social yang ditemukan. Dan inilah yang disebut sebagai etik: dimana pendapat peneliti sangat jelas ditampilkan dalam menginterpretasikan data lapangan.
Masalahnya adalah bagaimana agar interpretasi itu menjadi tajam dan mampu memberi makna terhadap fenomena sosial yang ada. Disini peran teori menjadi sangat penting, bukan untuk diverifikasi tetapi sebagai alat untuk memahami realitas. Dan sekali lagi, kutipan diatas, telah memberi gambaran bagaimana posisi teori Weber diletakkan. Bukan untuk diverifikasi tetapi untuk membantu memahmi/menafsirkan realitas sosial yang ada.
Kembali pada masalah metode, bahwa salah satu yang biasanya digunakan dalam metode kualitatif adalah etnografi. Metode ini sangat menekankan pengamatan terlibat (participant observation), terutama untuk dapat menggambarkan kebudayaan masyarakat yang ditelitinya secara menyeluruh dan mendalam, sehingga tampak dari pola-pola kebudayaan dari masyarakat tersebut. Dengan metode ini peneliti hidup di antara warga masyarakat yang ditelitinya untuk mempelajari dan memahami seluruh kebudayaan, melalui kehidupan sehari-hari, baik secara langsung maupun setengah investigasi. Dengan harapan seluruh kebudayaan atau tingkah laku sosial yang diteliti akan dapat dipahami; baik dari sudut pandang masyarakat yang diteliti (emik) maupun dari sudut pandang peneliti (etik). Jadi dalam metode pangamatan terlibat ini tidak digunakan alat pengukuran obyektif seperti yang biasanya digunakan dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitaif. Jika dalam penelitian kuantitif tujuannya adalah mengukur gejala-gejala, maka dalam penelitian kualitatif adalah mendeskripsikan pola-pola dan sistem makna kebudayaan yang mendasari tindakan masyarakat yang bersangkutan (Suparlan, 1988).
Salah satu contoh kontemporer studi etnografi melalui partisipasi terlibat ini adalah, penelitian yang dilakukan Alison J. Murray (1991) di sebuah kampung kumuh di Jakarta dengan judul No Money no honey, study of street traders and prostitutes in Jakarta, yang kemudian diterjemahkan menjadi : Pedagang jalanan dan Pelacur di Jakarta (1994). Di sini Murray tinggal di kampung kumuh di daerah Manggarai selama beberapa tahun, untuk mengamati secara langsung seluruh kehidupan pada pedagang jalanan ini, termasuk tinggal bersama dengan pelacur dan keluar masuk night club untuk memahami kehidupan malam di Jakarta.
Jika membaca studi antropologi sosial yang dilakukan Murray itu, rasanya seperti membaca novel (bukan fiktif), yang menggambarkan secara detail; bagaimana kehidupan pedagang dan pelacur itu digambarkan secara menarik, seolah-olah kita sedang dibawa pada realitas yang sebenarnya. Cara deskripsinya sangat mendalam, khususnya dalam melukiskan nuansa kehidupan di balik drama kehidupan anak manusia itu. Meskipun, Murray tidak begitu ketat dalam memisahkan emik dan etik, tetapi cara mengkonstruksikan data itu sudah memperlihatkan bahwa deskripsi itu merupakan abstraksi hasil penelitinya.
Dengan kata lain pada dasarnya ada dua cara untuk melukiskan studi etnografi itu. Pertama, apa yang sering disebut sebagai etnografi klasik. Dimana peneliti secara rinci; detail dan mendalam menggambarkan seluruh peristiwa yang dilihat, dirasakan dan didengar dengan sistematis tanpa memberikan interpretasi langsung terhadap apa yang diteliti. Para pembaca disajikan data “mentah” dalam bentuk rangkaian peristiwa tanpa abstraksi. Kelemahan cara penulisan seperti ini laporan penelitian seringkali terasa agak “kering” dan sedikit “membosankan” karena peneliti seolah-olah disuruh untuk mengambil kesimpulan sendiri dari apa yang dibacanya. Apalagi jika penuturan bahasa tidak memiliki nuansa yang kuat. Kedua, apa yang sering disebut dengan etnografi modern. Laporan penelitian sudah disajikan dalam bentuk yang sudah jadi. Bentuk laporannya sudah dibungkus dengan berbagai teori dan opini peneliti sendiri. Narasi aslinya tidak begitu kelihatan. Cara seperti ini biasanya ditempuh oleh para peneliti senior yang sudah berpengalaman dan memiliki bacaan yang sangat luas terhadap berbagai teori yang berkaitan dengan obyek penelitian yang sudah dilakukan.
Barangkali untuk memberikan beberapa contoh penelitian etnografi yang paling baik adalah studi yang dilakukan Clifford Geertz seorang Indonesianis, yang sangat terkenal karena beberapa karyanya yang menjadi legendaris. Dalam bukunya yang sangat momental : The Religion of Java yang diterjemahkan Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, oleh Aswab Mahasin, yang merupakan studi etnografi yang paling lengkap tentang masyarakat Jawa. Di sana terlihat sekali bagaimana Geertz dengan sangat bagus mengkombinasikan hasil pengamatannya yang disajikan dalam bentuk etnografi klasik, yang memisahkan secara tegas antara emik dan etik, antara pendapat informan dengan pendapat peneliti (Geertz), namun juga memuat gabungan antara keduanya. Sedangkan contoh etnografi modern; dimana hasil pengamatan mudah diimajinasikan sedemikian rupa. Dalam karya Geertz, dapat dibaca dalam karya empirisnya tentang antropologi ekonomi yang berjudul Peddlers and Princess (Penjaja dan Raja), yang kemudian melahirkan tentang tipe ekonomi bazaar dan tipe ekonomi firma itu. Tetapi karya yang lebih teoritis adalah The Interpretation of Cultures and Local Knowledge. Ignas Kleden (1998) sampai membagi karya etnografi Clifford Geertz dalam tiga tahapan.
Pertama, tahapan studi empiris. Di sini berbagai peralatan konseptual diterapkan, dimodifikasi dan diperbaharui bahkan mungkin di bantah. Dalam studi tentang masyarakat Jawa, di mana Geertz telah menemukan konsep aliran santri (yang menekankan aspek Islam dan intinya berpusat di tempat perdagangan dan pasar), abangan (yang menekankan pentingnya aspek animistik dan intinya berpusat di pedesaan), dan priyayi (yang menekankan aspek Hindu Jawa dan intinya berpusat di kantor pemerintahan), yang model analisanya di duga merupakan modifikasi dari model yang digunakan Robert Redfield, yang melihat bahwa kota-desa merupakan dua struktur sosial yang berbeda, tetapi keduanya memiliki ketergantungan dan melengkapi satu sama lain. Atau teori involusi pertanian di Jawa, yang banyak diperdebatkan itu merupakan penerapan dan modifikasi dari teorinya Goldenweiser dalam bidang kesenian dan estetika.
Kedua, tahapan studi teoritis. Kalau dalam studi empiris, konsep, teori, dan metode itu yang menjadi sasaran penelitian dan obyek penyelidikan. Studi teoritis dalam karya Geertz antara lain dalam karyanya the Interpretation of Cultures, dimana secara mendalam memeriksa apa yang dinamakan kebudayaan, simbol, pandangan dunia, etos, ideologi dsb.
Ketiga, tahapan studi epistemologis. Dalam tahap ini Geertz tidak hanya mempertanyakan dataran teori atau metodologi tetapi mempertanyakan dan mempersoalkan kedudukan, fungsi dan peran (antropologi ) itu sendiri. Dan tahap ini diperlihatkan Geertz dalam karyanya After The Fact, yang disebut Ignas Kelden sebuah antropologi tentang antropologi dan sebuah etnografi tentang etnografi.
Kembali pada metode pengamatan terlibat dalam penelitian kualitatif pada dasarnya peneliti dihadapkan ada dua kutub : observasi atau partisipasi. Jika bentuknya obsevasi artinya peneliti sepenuhnya akan melakukan observasi atas subyek penelitian. Sebaliknya jika yang dipilih adalah model partisipasi berarti peneliti secara aktif terlibat dalam kegiatan yang dilakukan oleh subyek penelitian. Untuk penelitian kualitatif sebaiknya peneliti diantara dua metode pengamatan itu (Zamroni, 1992:88). Sehingga jika misalnya kita sedang meneliti pelacuran di Monas, bukan berarti kita harus terlibat langsung dalam bursa sex itu, sebagai pelanggan, misalnya. Pengamatan terlibat tidak berarti harus menjadi pelaku (sebagai bentuk dari partisipasi).
Metode lain yang digunakan dalam pendekatan kualitatif adalah life history. Sebagai bagian dari studi etnografi prinsip-prinsip yang digunakan tentu tidak berbeda dengan studi etnografi lainnya, kecuali dalam scopenya. Salah satu contoh studi life history yang paling legendaris adalah yang dilakukan Oscar Lewis, dengan kisah lima keluarga di Meksiko. Selama bertahun-tahun Lewis melakukan penelitian terhadap 5 keluarga saja, yang kemudian melahirkan teori yang sangat terkenal dengan “kebudayaan kemiskinan”. Dari hasil penelitian itu Oscar Lewis, tidak melihat masalah kemiskinan sebagai masalah ekonomi atau melalui penjelasan makro tentang ketergantungan antara negara, atau melalui teori kelas, tetapi lebih dilihat secara mikro; yaitu sebagai cara hidup atau kebudayaan dan unit sasarannya adalah keluarga. Kemiskinan menjadi lestari di dalam masyarakat yang berkebudayaan kemiskinan karena pola-pola sosialiasi, yang sebagian besar berlaku dalam keluarga (Suparlan, 1998).
Jadi jika sekiranya kita melakukan penelitian kemiskinan dengan menggunakan life history ini maka yang perlu diperhatikan dengan mempelajari sejarah orang miskin ini, bagaimana mereka memiliki strategi dalam mempertahankan hidup. Baik dalam bentuknya meminimalkan resiko, pola adaptasi yang dilakukan dalam menghadap proses pemiskinan yang menimpanya sampai sebab-sebab mengapa kemiskinan itu terjadi. Maksudnya dalam setiap studi life history harus ada focus yang dijadikan sasaran kajian.


TEKNIK
PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA

Dalam upaya untuk mengeliminasi derajat subyektifitas dan penafsiran yang sewenang-wenang, perlu adanya tahap-tahap yang ketat ketika melakukan analisa datanya. Salah satu yang ditawarkan oleh Miles dan Haberman (1992: 426-458), untuk menguji dan memastikan temuan ada beberapa langkah yang harus ditempuh:
Pertama, memeriksa kerepresentatifan. Istilah ini sebenarnya merupakan istilah survey yang berkaitan dengan masalah pengambilan sample. Sedangkan yang dimaksudkan disini adalah cara memilih informan, yang kemungkinan tidak mewakili (memiliki otoritas) atas sesuatu yang kita cari atau kejadiannya sendiri yang tidak reperesentatif, sehingga proses kesimpulan yang kita ambil juga tidak mewakili. Sumber kesalahannya bisa akibat mengandalkan infroman elite yang mudah diwawancarai atau kesalahan dalam memilih informan, terlalu menekankan pada kejadian yang dramatis atau terlalu mengandalkan rasionalitas dalam membangun kesimpulan, meskipun yang logis itu belum tentu merupakan kenyataan yang sebenarnya.
Kedua, pemeriksa pengaruh peneliti dari kebiasan. Situasi inilah yang agaknya paling sulit dihindarkan. Meskipun secara metodologis sudah diperlengkapi emik dan etik, tetapi pengaruh peneliti dalam mempengaruhi proses penelitian pada dasarnya tidak mudah dihindarkan. Rasa keperpihakan penelitian sulit sekali dihindarkan. Bentuk kebiasan itu bukan hanya bisa datang dari peneliti tetapi juga bisa dari informan.
Ketiga, melalui triangulasi, yang intinya mencari tahu tentang kesahihan dan keterandalan data. Pada dasarnya tidaklah mudah untuk mengetahui secara pasti apa informasi yang diberikan informan itu benar atau salah. Untuk melakukan pembuktian temuan, jika hal itu terjadi dalam kasus pembunuhan, misalnya, mungkin akan mudah dilakukan dengan cara menggunakan pendekatan modus operandi, yang intinya merupakan triangulasi indeks-indeks mandiri. Misalnya, untuk menyelidiki kasus pembunuhan dengan melihat sidik jari, alibi, saksi mata dan sebagainya.
Keempat, memberi bobot pada bukti melalui umpan balik sebelum kesimpulan dibuat. Harus diakui pada dasarnya ada data yang sifatnya lebih lemah atau lebih kuat dari yang lain. Pertama, sifat data yang lebih baik, biasanya berasal dari informan yang baik. Mungkin karena informan, menguasahi masalah, pandai bicara dalam memaparkan keadaan yang sebenarnya. Atau mungkin, informan mengetahui persis kejadian yang kita teliti dan sebagainya. Kedua, kondisi lingkungan pengumpulan data dapat memperkuat atau memperlemah kualitas data yang kita butuhkan. Dalam kasus tanjung Priok tahun 1984, misalnya, satu tahun setelah kejadian itu, jangankan mempeoleh data yang akurat peneliti masih sangat kesulitan untuk mewancarai infroman, karena ketakutan dan diawasi pihak keamanan.
Kelima, membuat pertentangan/perbandingan. Biasa¬nya cara yang dipakai untuk menguji kesimpulan adalah dengan membuat kontras atau perbandingan antara dua rangkaian persoalan atau lebih yang dianggap berbeda dalam beberapa hal.
Keenam, memeriksa makna segala sesuatu yang di luar dalam rangka memperdalam kesimpulan awal.
Ketujuh, menggunakan kasus ekstrem sebagai kontrol atas kesimpulan yang akan dibuat.
Kedelapan, menyingkirkan hubungan palsu, khususnya untuk menentukan ada-tidaknya hubungan variable yang bersifat sebab-akibat.
Kesembilan, membuat replika temuan, sehingga temuan menjadi lebih dapat dipercaya, khususnya bila ditunjang sumber data yang mandiri. Dengan kata lain, jika ada data baru yang menguatkan data lama, maka hasil penelitian itu tentu akan lebih shohih.
Kesepuluh, mencari penjelasan tandingan. Kita bisa mengembangkan semacam hipotesa kerja tandingan. Langkah ini diperlukan terutama untuk memperkecil subyektifitas data yang kita peroleh.
Kesebelas, memberi bukti yang negatif. Tujuannya untuk mengontrol kesimpulan yang telah dibuat. Keduabelas, mendapatkan umpan balik dari informan. Artinya, sebelum kesimpulan dibangun secara definitif, perlu adanya konfirmasi terhadap informan, baik secara individual atau kolektif dengan cara mempresentasikan hasil-hasil temuan dihadapan informan, guna memperoleh koreksi.
Mengingat begitu pentingnya masalah keabsahan data dalam penelitian kualitatif, teknik serupa yang dikemukakan Moleong (1998: 173-187) yang mengutip berbagai sumber, menarik untuk disajikan disini. Seperti telah disinggung di depan untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness), yang dalam versi kuantitatif disebut kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas), bagi penelitian kualitatif tidak ada ukurannya yang baku. Ada empat kreteria yang digunakan untuk mengukuran itu. Pertama, derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).
Kriteria derajat kepercayaan, seringkali disepadankan dengan validitas internal dalam penelitian kauntitatif dan berfungsi sebagai: pertama, melakukan penelitian sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuanya dapat dipenuhi: kedua, menunjukkan derajat kepercayaan atas hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda atas kasus yang diteliti. Sedangkan kreteria keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaan konteks pengirim dan penerima. Artinya untuk melakukan pengalihan peneliti dituntut mencari dan pengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Dengan kata lain, peneliti bertanggungjawab untuk menyediakan data deskriptif jika ingin membuat keputusan tentang pengalihan tersebut. Sementara kreteria kebergantungan dianggap pengganti istilah reabilitas dalam penelitian survei. Jika dalam survei reliability dapat dilakukan dengan melakukan replikasi studi, dengan intrumen (kuestioner) yang sama, maka karena dalam penelitian kualitatif yang intrumennya adalah peneliti itu sendiri, tentu sangat sulit untuk dilakukan. Meskipun begitu prinsip itu tentu tidak dapat diabaikan. Yang terakhir kreteria tentang kepastian atau obyektifitas, dalam istilah penelitian survey. Dalam konteks ini, pengalaman seseorang dinilai subketif tetapi jika sudah menjadi kesepakatan umum, maka menjadi obyektif. Mengutip pendapatnya Scriven (1971), Moleong (1998), menyatakan bahwa jika sesuatu disebut oyektif, berarti dapat dipercaya, factual dan dapat dipastikan.
Hal lain yang dikemukan Moleong (1998: 175), tentang teknik pemeriksaan keabsahan data adalah sebagai berikut:


________________________________________________________________
Kriteria Teknik Pemeriksaan
_________________________________________________________________
Kredibilitas (1) Perpanjangan keikutsertaan
(2) Ketekunan pengamatan
(3) Tringulasi
(4) Pengecekan sejawat
(5) Kecukupan referensial
(6) Kajian kasus negatif
(7) Pengecekan anggota

Keterangan (8) Uraian rinci
_________________________________________________________________
Kebergantungan (9) Audit kebergantungan
_________________________________________________________________
Kepastian (10) Audit kepastian


1. Apa yang ingin ditekankan pada perlunya keterlibatan peneliti dalam waktu yang panjang, di luar kebutuhan untuk mempelajari kebudayaan, membangun kepercayaan, juga, untuk mengeliminasi berbagai distorsi yng mungkin terjadi. Kondisi inilah yang sering disebut dengan observasi terlibat.
2. Inti dari kebutuhan ketekunan pengamatan adalah untuk memperoleh tingkat kedalaman terhadap penelitian yang dilakukan. Pengamatan yang lebih rinci dibutuhkan, khususnya terhadap fenomena yang menonjol.
3. Triangulasi, pada dasarnya merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data, dengan memanfaatkan apa yang ada diluar data, sebagai pembanding. Dengan mengutip Denzin (1978) yang membedakan empat macam teriangulasi sebagai teknik pemeriksaan dengan pemanfaatkan penggunaan: sumber, metode, penyidik, dan teori. Yang dimaksudkan dengan triangulasi dengan sumber adalah membandingkan dan pengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Hal ini, menurut Moleong, dengan cara: (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; (2) membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi: (3) membandingkan apa yang dikatakan orang dalam penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu; (4) membandingkan apa yang dikatakan orang dengan berbagai pendapat, sesuai dengan status dan kelas sosial yang ada: (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Sementara pada Triangulasi dengan metode, menurut Patton (1987) seperti dikutip Moleong (1998), terdapat dua strategi: pertama, pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data; (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan sumber yang sama. Sedangkan Triangulasi ketiga (penyidik) dengan jalan memanfaatkan penelti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Akhirnya tentang Triangulasi teori, menurut Lincoln dan Cuba (1981) seperti dikutip Moleong, berdasarkan anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diteliti derajat kepercayaannya dengan satu teori atau lebih. Jadi, kenyataan pada dasarnya jauh lebih kaya dari teori apapun yang digunakan.
4. Inti dari teknik pemeriksaan keabsahan data melalui pemeriksaan sejawat melalui diskusi ini: pertama, untuk membuat agar peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka dan jujur: kedua, melalui diskusi diharapkan akan membantu menjajaki dan menguji hipotesa kerja yang muncul dari pemikiran peneliti.
5. Inti analisis kasus negatif sebenarnya untuk membandingkan informasi dengan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan informasi yang telah dikumpulkan.
6. Intinya untuk melakukan evaluasi terhadap hasil yang sudah diperoleh dengan membandingkan hasil wawancara melalui kaset, misalnya, sebelum penafsiran data dilakukan.
7. Inti pengecekan anggota yang terlibat dalam proses pengumpulan data dibutuhkan sebagai pemeriksaan derajat kepercayaan. Caranya bisa bersifat formal (diskusi) tetapi juga bersifat informal. Gunanya untuk mengkonfirmasi data yang telah diperoleh, mengoreksi, menambah, mempertajam hipotesa kerja atau kesimpulan sementara dan sebagainya.
8. Uraian rinci, yang dalam istilah antroplogi (Geertz) disebut sebagai thick description (diskripsi tebal) atau gambaran yang mendalam tentang realitas lokal yang diteliti.
9. Auditing intinya melakukan monitoring , mulai dari pelaksanaan, proses, maupun hasil studi. Yang salah satunya untuk memastikan apakah hasil penelitian itu benar-benar berasal dari data atau hasil opini.

Jika dilihat lebih seksama baik yang disinyalir oleh Miles dan Haberman (1992) maupun Moleong (1998), sebenarnya hampir tidak ada perbedaan yang subtansial. Ketiganya menekankan arti pentingnya sebuah kecermatan, kehati-hatian, ketekunan dalam mengelola data yang diperoleh di lapangan, khususnya untuk menghindari berbagai bias yang umumnya menjadi kendala utama dalam penelitian kualitatif. Akhirnya dari seluruh uraian rinci bagaimana melakukan pengecekan keabsahan data di atas, sebenarnya hanya mengambarkan betapa tidak sederhananya pengumpulan dan analisa data penelitian kualitatif itu.

CIRI-CIRI METODE KUALITATIF

Mengingat bahwa metodologi kualitatif memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan metodologi kuantitatif termasuk dalam analisa datanya, ada baiknya diingatkan kembali apa saja sebenarnya yang menjadi ciri-ciri metode kualitatif itu. Paling tidak ada 5 ciri pokok yang menonjol dalam penelitian kualitatif (Robert C. Bognan, 1990) :
1. Penelitian kualitatif mempunyai latar belakang yang alami. Karena itu yang merupakan alat penting dalam penelitian kualitatif adalah adanya data yang langsung di observasi, sehingga kemampuan peneliti menjadi tumpuan utama. Artinya jika dalam penelitian kuantitatif bahwa keberhasilan penelitiannya sangat tergantung pada instrumen yang dibuat (kuisioner) maka dalam penelitian kualitatif peneliti benar-benar menjadi instrumen utamanya. Apalagi bahwa tugas penelitian kualitatif bukan sekedar menggambarkan peristiwa tetapi juga menafsirkan, maka kemampuan peneliti dalam menganalisa data yang telah ditemukan sangat penting. Termasuk dalam menggunakan teori sebagai alat untuk menafsirkan fenomena sosial yang ditemukan.
2. Penelitian kualitatif adalah bersifat deskriptif. Artinya tujuan dalam penelitian ini adalah menggambarkan fenomena sosial secara apa adanya. Jadi peneliti hanya menghimpun fakta dan mengembangkan konsep dengan tanpa membuat hipotesa. Sedangkan deskripsi yang paling berhasil jika rincian data yang dikumpulkan mampu memberikan gambaran yang lengkap tentang fenomena sosial yang ada. Misalnya, sebelum peneliti memberikan interpretasi terhadap kerusuhan yang diteliti, baik melalui bantuan teori maupun dengan memperlebar kemungkinan tafsiran baru dengan melibatkan berbagai variabel lain. Maka pertama-tama yang harus dilakukan peneliti adalah melukiskan kronologi asal-muasal peristiwa itu terjadi secara komplit dan akurat.
3. Penelitian kualitatif lebih memperhatikan proses daripada hasil. Artinya bahwa dalam penelitian ini lebih menekankan “bagaimana” dan “mengapa” sesuatu daripada sekedar menggambarkan “apa”. Misalnya, mengapa dalam masa krisis multidimensi yang terjadi, agama telah kehilangan peran fungsi integratifnya. Bahkan cenderung berfungsi sebagai sumber konflik. Kasus konflik di Ambon yang nyaris membawa disintegrasi itu sulit untuk mengatakan bahwa masalah agama tidak ikut berfungsi sebagai pemecah atau penyangat. mempertanyakan mengapa konflik yang sangat mencekam itu bisa terjadi dan bagaimana proses itu berlangsung, merupakan perhatian utama penelitian kualitatif. Tidak mengherankan jika dalam tahap tertentu penelitian kualitatif juga sering disebut sebagai investigasi sosial.
4. Penelitian kualitatif cenderung menganalisa datanya secara induktif. Artinya cara kerja dalam penelitian ini tidak membuktikan teori. Semua data dikumpulkan dari bawah atau dari realitas sosial yang ada. Setelah dikumpulkan dari bawah atau dikembangkan melalui konsep-konsep jika dimungkinkan dapat dikembangkan menjadi teori. Misalnya, jika peneliti telah mampu membuat kronologis peristiwa berdarah di Sambas tetapi juga di tempat-tempat lain seperti Kupang, Ketapang dan sebagainya, kemungkinan akan ditemukan keajegan-keajegan dari seluruh peristiwa itu.

Dalam penelitian kualitatif masalah makna menjadi masalah yang sangat sentral. Dalam peristiwa yang sama bisa memiliki makna yang berbeda. Dalam peristiwa Trisakti tertembaknya mahasiswa bagaimanapun memiliki makna yang berbeda dengan seorang penjambret yang ditembak petugas karena melawan, misalnya. Demikian juga pembakaran Masjid di Ambon atau pembakaran Gereja di Ketapang, jelas, mereka bukan sekedar membakar bangunan. Para perusuh itu sebenarnya telah membakar simbol yang memiliki makna kesucian yang sangat di junjung tinggi baik oleh umat Islam atau umat Kalotlik. Dan makna masjid bagi orang Islam tentu berbeda dengan orang Katolik. Demikian juga sebaliknya maka Gereja bagi orang Islam tentu berbeda dengan orang Katolik. Inilah yang dimaksud bahwa masalah makna memiliki subyektifitas yang tidak dapat disamaratakan, meskipun tetap ada nilai-nilai yang obyektifitas. Bahwa penghinaan terhadap harga diri pemeluk agama dimanapun merupakan pelanggaran hak yang paling mendasar.

ANALISA DATA

Beberapa poin dapat menjadi panduan pengembangan analisis data kualitatif Tuliskan dalam rencana bahwa analisis data akan dibentuk sebagai aktifitas yang simultan dengan pengumpulan data, interpretasi data dan penulisan laporan naratif.
1. Indikasikan bagaimana proses analisa kualitatif akan berdasarkan pada pengurangan dan interpretasi data (Marshall dan Rossman, 2989)
2. Sebutkan rencana untuk membuat informasi dalam bentuk matrik
3. Kenali prosedur kode yang digunakan untuk mengurangi informasi tema atau kategori. Proses ini bernama ‘segmentasi informasi’ (Tesch, 1990), mengembangkan ‘kategori kode’ (Bogdan dan Biklen, 1992) dan ‘mengeneralisasikan kategori, tema atau rumus’ (Marshall dan Rossman, 1989)
Tesch (1990) memberikan 8 langkah untuk diperhatikan sebagai prosedur analisis data
1. Cek semuanya. Baca semua berkas dengan hati-hati. Mungkin ada beberapa ide yang bias dikembangkan.
2. Pilihlah satu dokumen yang paling menarik, sedikit dan berada paling atas. Bacalah dan tanyakan pada diri sendiri ‘tentang apa ini?’, jangan fikirkan substansi informasi tapi lebih pada menggaris bawahi arti. Tulislah fikiran kita.
3. Ketika kita melengkapi ini pada beberapa nara sumber, buatlah daftar dari semua topik. Gabungkan topik yang sejenis. Tulislah topik-topik tersebut dalam kolom dengan subjek ‘topik utama’, ‘topik unik’ dan ‘tidak perlu’.
4. Sekarang tinggalkan daftarnya dan kembalilah pada data yang ada. Singkatlah topik-topik menjadi kode dan tulislah kode disebelah segmen teks yang penting. Coba buatlah skema untuk melihat apakah ada kategori baru dan kode yang menjadi lebih luas.
5. Temukan kata yang paling menjelaskan topik dan buatlah dalam kategori. Kurangilah jumlah daftar kategorinya dengan mengelompokkan topik yang berhubungan satu sama lain. Anda juga dapat menggambarkan garis antar kategori untuk menunjukkan hubungannya.
6. Buatlah keputusan akhir dengan singkat untuk tiap kategori dan urutlah kode-kode ini secara alfabetis.
7. Rangkumlah materi data dari tiap kategori dalam satu tempat dan buatlah analisis sementara.
8. Jika perlu, buatlah pengkodean kembali data yang anda punya

Delapan langkah ini membantu peneliti dalam proses sistematis analisa data secara tekstual. Proses untuk menyusun informasi bias dilakukan dengan file folder, file cards atau software komputer (Merriam, 1988). Saya menyarankan anda dapat menggunakan
1. Seting dan kode isi
2. Pandangan dari subjek
3. Cara subjek berfikir tentang orang-orang dan dirinya
4. Kode proses
5. Kode kegiatan
6. Kode strategi
7. Kode hubungan dan struktur social
8. Skema pengkodean sebelum pembuatan
Sebutkan prosedur analisa data khusus yang sesuai dengan desain kualitatif. Dalam penelitian etnografis, Spradley (1980) menyarankan prosedur seperti
1. Analisa domain, pencarian untuk hubungan semantic pada data
2. Mengembangkan taksonomi, dimana peneliti menjabarkan hubungan antar setiap data dalam diagram, daftar isi, dll.
3. Analisis komponen, yang menyebutkan perbedaan antar nara sumber dalam menyeleksi criteria
4. Analisa tematis yang dapat mempermudah tiga tipe tersebut.


Tipe, opsi, manfaat dan pembatasan pengumpulan data kualitatif
Tipe pengambilan data Tipe dengan opsi Manfaat Pembatasan
Observasi 1. Partisipasi penuh, peneliti membuat aturan
2. Peneliti dengan patisipan, aturan peneliti telah diketahui
3. Partisipan dengan peneliti, aturan observasi dilihat dari aturan partisipan
4. peneliti penuh, peneliti meneliti tanpa adanya partisipasi Peneliti berhubungan dengan nara sumber, peneliti dapat menyimpan informasi seperti apa adanya, aspek yang tidak dapat dituliskan selama observasi, topik yang sangat bermanfaat untuk dieksplorasi mungkin tidak nyaman dibahas oleh nara sumber Peneliti mungkin akan terlihat sebagai orang aneh. Informasi khusus mungkind apt diobservasi namun tidak dapat dilaporkan. Peneliti mungkin tidak memiliki kemampuan observasi dan kehadiran. Beberapa narasumber seperti anak-anak mungkin memunculkan masalah khusus dalam hasilnya.
Wawancara 1. Face to face, wawancara perorangan
2. Telefon, peneliti mewawancarai lewat telefon
3. Kelompok, peneliti mewawancarai narasumber dalam kelompok Bermanfaat ketika narasumber tidak dapat diobservasi langsung. Narasumber dapat memberikan informasi histories. Memperbolehkan peneliti bertanya diluar pertanyaan utama. Memberikan informasi tidak langsung yang disaring berdasarkan cara pandang pewawancara. Menerikan informasi pada tempat yang telah dibentuk sebelumnya. Kehadiran peneliti dapat menjadi respon bias. Tidak semua orang sama dalam artikulas dan perspektif
Dokumen 1. Dokumen umum seperti Koran
2. Dokumen pribadi seperti jurnal, buku harian, surat Peneliti tidak dapat melihat bahasa dan kalimat dari nara sumber. Dapat diakses pada waktu yang ditentukan oleh peneliti. Memberikan data yang kuat. Sebagai bukti tertulis, menolong peneliti dalam hal waktu dan penerjemahan Mungkin informasi yang rahasia tidak tersedia pada akses umum dan pribadi. Memungkinkan peneliti menemukan informasi pada tempat yang sukar ditemukan. Diperlukan penerjemahan pada komputer. Bahan-bahannya mungkin tidak lengkap. Dokumen mungkin tidak asli atau tidak akurat.
Materi audiovisual Foto, video tape, objek seni, software komputer, film Mungkin bukan metode yang tepat ut5nuk pengumpulan data. Memberikan kesempatan pada narasumber untuk berbagi ‘realitas’ yang dimilikinya secara langsung. Dapat langsung menarik perhatian. Sulit untuk diterjemahkan. Tidak dapat diakses secara umum atau pribadi. Kehadiran peneliti dapat menyebabkan respon negatif.


ANALISA DATA

Analisa data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam penelitian kuantitatif seringkali menggunakan statistik yang salah satu fungsinya adalah untuk menyederhanakan data penelitian untuk lebih mudah difahami.
Setelah data dianalisa dan informasi yang lebih sederhana diperoleh, hasil-hasilnya harus diinterpretasikan untuk mencari makna dan implikasi yang lebih luas dari hasil-hasil penelitian. Sebagaimana kita ketahui dalam analisa kuantitatif ada beberapa teknik analisa, seperti: Description (Distribution; numerical and graphical, Central tendency and dispersion) : Association (Correlation; simple, partion and multiple, Analisysis of variance and covariance; Regression : simple, partial and multiple: Causation (factor analysis, path analysis, regression: simple, partial and multiple: Inference (sample statistic to population parameter, sample difference to population differences.
Semua pemilihan analisa data itu sangat tergantung pada tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Sedangkan dalam penelitian kualitatif kita kenal teknik analisa: Description; Theory generation; Analytic induction, Grounded theory (open and axial coding), Categorizing and connecting, From everyday typications to typologies Untuk analisa kuantitatif telah dipermudah dengan adanya program SPSS. Sedangkan dalam analisa penelitian kualitatif, dapat menggunakan analysis interactive model seperti mulai data collection and timing, data display, data reduction and analysis, hingga conclution. Yang terpenting dalam analisa data harus ada konsistensi antara tujuan penelitian, hipotesa yang telah dirumuskan dengan teori yang telah digunakan. Jangan sampai teori yang telah dirumuskan tidak digunakan untuk menganalisa data.
Analisa data (kualitatif) pada dasarnya merupakan proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan pola, tema yang dapat dirumuskan sebagai hipotesa kerja. Jadi pertama-tama yang harus dilakukan dalam analisa data adalah pengorganisasian data dalam bentuk mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode dan mengkategorikannya. Tujuan pengorganisain dan pengolahan data tersebut untuk menemukan tema dan hipotesa kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori. Sebagaimana diuraikan bahwa prinsip pokok penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari data.
Dengan demikian proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang dikumpulkan, baik yang diperoleh melalui: wawancara, pangamatan yang sudah ditulis dalam catatan lapangan atau melalui data dokumen baik yang resmi maupun yang tidak resmi. Setelah data dipelajari dan ditelaah secara teliti, maka langkah berikutnya adalah melakukan reduksi data yang dilakukan dengan cara membuat abstraksi.
Sebelum melakukan penafsiran terhadap data yang sudah dikategorikan dan diabstraksikan, perlu dilakukan evaluasi tentang keabsahan data. Baru data ditafsirkan agar dimungkinkan menjadi teori. Sedangkan menurut Schaltzman dan Strauss (1973) seperti dikutip Moloeng (1998), ada tiga tujuan dalam menafsirkan data. Pertama, melakukan deskripsi semata-mata. Jadi dalam fase ini masih disajikan dalam bentuk apa adanya. Seluruh data yang dikumpulkan disajikan dalam perspektif emik. Kedua, deskriptik analitik. Setelah dilakukan kategorisasi data proses abstraksi yang intinya merupakan perasaan dari seluruh data sudah dilakukan melalui bantuan penafsiran teori lama dan peneliti sendiri. Jadi di sini perspektif etik seluruhnya sudah diterapkan. Ketiga, teori substansif. Langkah penumbuhan teori substantif ini dapat dimulai dari kategori data yang dilengkapi dengan penyusunan hipotesa kerja, yang diformulasikan baik melalui analisa data maupun bantuan teori (lama). Dan proses ini berjalan berdampingan sepanjang penelitian itu berlangsung.
Sementara menurut Miles dan Huberman (1992), paling tidak ada tiga fase kegiatan dalam melakukan analisa data :
1. Reduksi data
2. Penampilan data
3. Penarikan kesimpulan/Verifikasi
Dalam reduksi data pada dasarnya lebih merupakan proses seleksi data yang diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan tranformasi data kasar yang muncul dalam catatan tertulis di lapangan. Selama mengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi selajutnya (membuat ringkasan, mengkode, menulusuri data, memuat memo dan sebabagainya). Reduksi data berlangsung terus-menerus selama penelitian berlangsung. Jadi reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah dari analisis. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajam, memggolongkan, membuang yang tidak perlu mengorganisasi data, sehingga kesimpulan dan verifikasi data dapat dilakukan. Dengan kata lain ada dua corak yang dapat dilakukan. Pertama, apa yang disebut sebagai reduksi vertikal; dimana reduksi data menunjuk pada proses seleksi, focus penyederhanaan, abstraksi, mentrasnformasikan data mentah yang diperoleh dari dokumen, laporan dari lapangan menjadi konsep, hipotesis sampai pada teori. Jadi data di tata sesuai dengan tingkat abstraksinya.
Sekali lagi jika kita mengacu pada penelitian Geertz, ketika membandingkan perubahan sosial dan modernisasi di Mojokuto dan Tabanan, Geertz mencoba mereduksi data yang berserakan menjadi kategorisasi tipe perdagangan yang sama sekali berbeda yang kemudian terkena pengaruh tipe ekonomi firma dan tipe ekonomi bazaar.
Di Mojokuto yang corak ekonominya berbasis bazaar di mana aliran perdagangan seluruhnya terpecah-pecah menjadi sejumlah besar transaksi kecil antar pribadi yang memiliki corak pasar dengan ciri-ciri : lebih mengutamakan laba besar yang sesaat daripada pelanggan yang tetap; tawar-menawar merupakan strategi utama dalam memperoleh laba yang sebesar-besarnya, sehingga pembeli harus memiliki kewaspadaan yang tinggi untuk sekedar memperoleh harga yang pantas, dan sebagainya. Sebaliknya di Tabanan betapapun sistem ekonomi modern belum muncul dalam masyarakat aristokrat Bali ini, tetapi tipe ekonomi firma yang memiliki ciri-ciri lebih mengutamakan kesetiaan pelangggan daripada laba sesaat,. Adanya fix price, sebagai upaya menghindarkan pembeli untuk berjuang karena sekedar memperoleh harga yang pantas, kuatnya keterikatan pada iklan sebagi upaya ekspansi pasar dan sebagainya, mulai terlihat secara menonjol.
Apa yang hendak disampaikan di sini bahwa konsep tentang tipe ekonomi bazaar dan tipe ekonomi firma itu, sebenarnya merupakan hasil kategorisasi data lapangan mentah yang diperoleh secara induktif, kemudian direduksi menjadi sebuah konsep.
Kedua, reduksi horizontal yang lebih menunjukkan pada proses kalsifikasi konsep, variabel, hipotesis atau teori. Sementara penampilan data menunjukkan pada penataan informasi/data yang memungkinkan penarikan kesimpulan dan tindakan yang diambil pada langkah-langkah berikutnya. Jika misalnya bentuk naratif yang menceritakan cerita tertentu dengan menggunakan teori Weber tentang makna/motivasi yang menjadi pedoman tindakan ekonomi, maka dalam kasus penelitian pengrajin di Jepara (Anas, 1996), misalnya, di mana ditemukan kasus beberapa pengrajin yang tidak mau meminjam uang di Bank karena dianggap interest (riba), padahal mereka sangat membutuhkan modal. Maka jelas sekali, dalam kasus ini, bahwa tindakan ekonomi itu dipengaruhi oleh persepsi keagamaan mereka. Jadi, ada hubungan motivasional antara doktrin agama yang diyakini dengan tingkah laku ekonomi dipengaruhi (dependent variable) oleh doktrin agama (independent variable). Di sini jelas sekali bahwa masalah “makna” yang subyektif itu; di mana tidak setiap orang muslim menganggap haram bunga bank (deposito), menjadi sentral sebagai alat pemahaman (verstehen ) dalam melakukan penelitian.
Dalam penyajian data, menurut Miles dan Huberman, merupakan proses analisis kedua yang harus dilakukan. Sebagaimana halnya reduksi data, penciptaan dan penggunaan penyajian data tidaklah terpisah dari analisis.
_______________________________________________________________
Masa pengumpulan data
!------------------------------------------------!
!----------!-----------------------------------------------------!
Antisipasi Selama Pasca
Penyajian Data
!----------------------------------------------------! = ANALISIS
Selama Pasca
PENARIKAN KESIMPULAN/VERIFIKASI
!---------------------------------------------------------------------!
Selama Pasca

Gambar: komponen-komponen Analisa data: Model Alir, Miles-Huberman,1992:18

Akhirnya dalam penarikan kesimpulan peneliti pada dasarnya lebih mencari ; apakah dari data yang dikumpulkan ada keteraturan, pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, hubungan sebab akibat dan proposisi. Baru dari sini kemudian dilihat hubungan antara proposisi dengan teori yang ada.
Sebenarnya untuk membuat kategori tidak harus dilakukan setelah data terkumpul, tetapi dapat juga sebelum dan selama pengumpulan data itu dilakukan. Misalnya selama huru-hara yang terjadi di Indonesia sejak terjadinya krisis (bahkan sebelumnya), selalu ada semangat anti-cina. Kemudian kita ingin mengetahui bagaimana sebenarnya “image” orang-orang Cina keturunan tentang dirinya sendiri dan pendapat mereka tentang asimilasi dan “image” orang pribumi terhadap cina keturunan dalam proses integrasi nasional melalui program asimilasi tersebut. Maka untuk memperoleh perspesi yang menyeluruh dan memperkecil tingkat “ke-bias-an”, perlu dikategorikan terlebih dahulu informan dan lingkungan sosialnya. Misalnya, dari keturunan cina, harus dibedakan mereka yang lahir dan dibesarkan di Indonesia, atau yang hanya mengerti bahasa Indonesia dengan mereka yang lahir di negeri Cina dan sangat kental bahasanya (tidak terlalu fasih bahasa Indonesianya). Atau dari segi pekerjaan harus dipilah antara; mereka yang menjadi konglomerat, pedagang glodok, ilmuwan dan sebagainya. Sebab, jelas berbagai perbedaan latar belakang itu akan mempengaruhi seluruh pendapatnya tentang konsep asimilasi tersebut. Bagi Susy Susanty, yang lahir dan dibesarkan di Indonesia dan dalam lingkungan yang sangat mengutamakan arti pentingnya nasionalisme, tentu berbeda dengan Liem Sio Liong yang dilahirkan di Fujiyan-Cina yang menjadi konglomerat, tentang pendapatnya dalam masalah asimilasi, misalnya. Dengan demikian untuk menghindari tingkat “ke-bias-an” dalam menginterpretasikan data, masalah kategorisasi data harus dilakukan, baik sebelum maupun sebelum data dilakukan.
Dengan kata lain, sekali lagi, analisa data dalam penelitian kualitatif pada dasarnya merupakan kegiatan untuk mengorganisasi data, baik yang merupakan hasil pengamatan, field notes, wawancara mendalam dan sebagainya. Agar data yang diperoleh dapat dikategorikan sedemikain rupa, membaca data, kecerdasan dalam melakukan analisas data, kemampuan dalam mengabtrasikan data dan kekayaan penguasaan teori dalam membahasakan temuan dan sebagainya, jelas merupakan syarat utama atas keberhasilan penelitian kualitatif ini.

LANGKAH-LANGKAH VERIFIKASI

Saya menyarankan pentingnya menekankan konsep validitas dan reabilitas dalam rencana kualitatif dan menempatkan konsep ini dengan prosdur yang telah dijabarkan dalam penulisan kualitatif.
Langkah-langkah verifikasi adalah sebagai berikut;
1. Jabarkan bagaimana studi akan menyikapi isu validitas internal, ketepatan informasi dan kesesuaiannya dengan realitas (Merriam, 1988). Merriam, 1988 serta Miles dan Huberman, 1984 memberikan langkah untuk memperoleh validitas internal.
a. Bahaslah rencana segitiga, antara sumber informasi, penyelidik yang berbeda dan metode pengumpulan data yang berbeda.
b. Bahaslah rencana untuk menerima informasi balik dari narasumber (biasa disebut member check)
c. Kenali bagaimana narasumber dan peserta akan terlibat dalam semua bagian penelitian. Asumsi epitemologi dari paradigma kualitatif adalah berdasarkan bagaimana anda memperkecil jarak antara peneliti dan narasumber (Guba dan Lincoln, 1988)
2. Bahaslah pembatasan penemuan yang berasal dari studi validitas eksternal. Seperti yang dikatakan oleh Merriam (1988) ‘fokus utama dari penelitian kualitatif bukanlah untuk mengeneralisasikan penemuan tapi untuk memformat interpretasi yang unik dari tiap kejadian’.
3. Bahaslah pembatasan dan tulis ulang studi-isu reliabilitas. Bagaimanapun, pernyataan tentang posisi peneliti-asumsi utama, pemilihan narasumber, nilai-nilai dan bias-bias dari peneliti memberikan kesempatan untuk mengulang studi yang sama di tempat yang berbeda.

NARASI KUALITATIF

Rencana prosedur kualitatif harus diakhiri dengan komentar naratif yang diambil dari analisa data. Dalam rencana studi, perhatikan beberapa hal tentang narasi
1. Buatlah format yang akan digunakan dalam narasi. Pada level makro ada beberapa tipe penceritaan narasi, yaitu
a. Cerita realistis, langsung, hal-hal dalam kenyataan digambarkan tanpa informasi tentang bagaimana petugas lapangan membuatnya.
b. Cerita konvensional, fokusnya pada petugas lapangan dari pada subjek yang diteliti.
c. Cerita Impresionis, menggambarkan kejadian lapangan dalam format dramatis (Van Mannen, 1988)
Sedangkan dalam level mikro, bahasan tentang format naratif berkisar pada;
a. Membuat variasi kutipan, panjang, singkat atau terjemahan teks
b. Menuliskan percakapan
c. Menjelaskan teks informasi dalam format tabulasi, contohnya matrik
d. Menggunakan nama kategori dari narasumber
e. Menuliskan kutipan dengan intrepretasi penulis
f. Menggunakan indeks untuk merapikan kutipan dari narasumber
g. Menggunakan kata ganti orang pertama ‘saya’ atau kolektif ‘kami’ dalam format narasi
h. Menggunakan metafor
2. Hubungkan bagaimana hasil narasi akan berkaitan dengan tipe desain.
3. Jelaskan bagaimana hasil narasi akan dibandingkan dengan teori dan literature umum pada topik. Biasanya perbandingan ini dibuat dalam format naratif, tetapi table perbandingan dan tema perbandingan juga merupakan alternatif yang berguna.

RINGKASAN

Salah satu yang membedakan model analisa metode kualitatif dibandingkan dengan metode kuantitatif adalah: jika dalam penelitian kuantitatif analisa data dilakukan setelah data terkumpul, maka dalam penelitian kualitatif, analisa data sudah dilakukan sejak peneliti mengumpulkan data. Oleh Karena itu, tahap-tahap dalam pengumpulan data sangat perlu diperhatikan. Pertama, ketelitian dalam mendiskripsikan data secara apa adanya, sebelum dilakukan kategorisasi. Kedua, melakukan kategorisasi secara ketat sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Ketiga, melakukan analisa kritis melalui kenseptualisasi dengan bantuan teori yang sudah ada.
Dari segi kegunaannya penelitian kualitatif paling tidak dua hal : pertama, penelitian kualitatif sangat tepat untuk mendalami sebuah realitas sosial yang sifatnya : subyektif, kontekstual, tersirat yang umumnya tidak terjangkau oleh instrumen kuesioner yang cenderung artificial. Kedua, metode penelitian kualitatif sangat tepat untuk mengungkapkan jenis realitas sosial yang sifatnya lebih berkaitan dengan sistem nilai, pandangan hidup, keyakinan, masalah makna, atau masalah kebudayaan umumnya, yang tidak dapat diukur, tidak memiliki keajegan yang dapat diramalkan, bersifat unik dan sebagainya, yang intinya membutuhkan pemahaman yang mendalam.
Sementara itu jika dilihat dari segi kelebihannya –sebagaimana—telah disinggung secara tersirat dalam pembahasan epistemologi—penelitian kualitatif yang memiliki cara kerja induksi, m engutamakan konseptualisasi dan abstraksi terhadap realitas sosial yang ditemukan dengan bantuan teori lama, lebih dimungkinkan lahirnya teori baru dibandingkan penelitian kuantitatif yang umumnya hanya memverifikasi teori lama.
Jika dilihat dari segi kelemahannya, paling tidak ada dua keterbatasan penelitian kualitatif dibandingkan penelitian kuantitatif. Pertama, secara metodologis penelitian kualitatif yang tidak memiliki prinsip keterwakilan dalam pengambilan sample, tidak memiliki otoritas untuk menggeneralisasikan hasil temuannya. Kedua, sebagai jenis penelitian yang bergerak dalam dunia realitas yang subyektif, di mana tidak ada takaran-takaran obyektif yang bisa diukur secara obyektif dan meletakkan peneliti sebagai instrumen utamanya, maka sangatlah sulit untuk menghindari “bias” subyektifitas yang berlebihan. Meskipun sudah ada prinsip emik dan etik dalam menipiskan derajat subyektifitas itu.`
Tipe khusus dari desain kualitatif juga perlu disebutkan untuk mengenalu bahwa terdapat banyak tipe desain yang tersedia bagi para peneliti. Peneliti juga harus membuat dan mengekspresikan aturan atau pengalaman mereka sendiri sehingga akan terjadi interpretasi yang bias dan membawa pandangan yang unik pada pengumpulan data serta analisanya. Pendekatan dan pengumpulan data juga disebutkan, karena didalamnya termasuk observasi, analisa dokumen, wawancara atau analisa dari materi gambar. Prosedur penyimpanan informasi pun penting untuk disebutkan. Mengikuti komentar pengumpulan data tentang prosedur pembuatan kategori atau tema dan pendekatan khusus analisa data dikenali lewat tipe desain kualitatif. Gunakan verifikasi sebagai sebuah proses dimana peneliti menuliskan validitas internal dan membahas aplikasi dari validitas dan reabilitas eksternal. Langkah terakhir adalah mengenali hasil studi dan membentuk format narasi untuk penulisan dan bagaimana hasil akhirnya dapat dibandingkan dengan teori dan litaratur yang ada.

Tidak ada komentar: